Thursday, December 16, 2010

Mencari Untung Lewat Kenikmatan Bawang Goreng

JAKARTA. Masakan tanpa bawang akan kurang kenikmatannya. Ya, banyak banget jenis masakan yang terasa kian nikmat dan merangsang nafsu makan bila dibumbui atau dibubuhi bawang. Bawang putih paling pas untuk campuran bumbu gorengan, bawang merah paling nendang kalau diiris tipit-tipis, digoreng, lalu ditaburkan di atas masakan.
Mengupas bawang susah-susah gampang. Bagi yang tak terbiasa, air mata pasti akan berlinang. Maka, demi alasan kepraktisan, muncullah banyak produk bawang goreng dalam kemasan. Adalah Hadi Suwarno, salah seorang dari sekian banyak pengusaha yang sudah merasakan renyah dan wanginya bisnis ini.
Hadi mulai menggeluti bisnis bawang goreng kemasan merek Garuda Jaya sejak 1996. Awalnya, Hadi ingin mengaplikasikan ilmu selama di sekolah menengah dan perguruan tinggi. Ya, bapak lima anak ini lulusan Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) di Toraja dan alumni Jurusan Agribisnis Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Panca Bhakti, Palu.
Kelebihan bawang goreng racikan Hadi terletak pada warnanya yang kuning cerah, bawang yang lebih renyah dan beraroma khas, serta lebih tahan lama dibandingkan kebanyakan bawang goreng merek lain. Usut punya usut, rupanya rahasia kenikmatan bawang goreng cap Garuda Jaya ini terletak pada bahan bakunya yang merupakan bawang varietas Batu yang hanya tumbuh subur di Palu, Sulawesi Tengah. Bentuk bawang goreng ini cenderung bulat dan paling bagus dipanen saat umur 65 sampai 70 hari.
Soal pasokan, Hadi tak kuatir karena dia menjalin kemitraan dengan 100 petani bawang di lembah-lembah di Palu. Antara lain di daerah Bunterano, Sidera, Soloe, Wombo, dan Olobajo.
Dalam sehari, Hadi butuh 300 kilogram (kg) bawang merah. Setelah diolah, hasil-nya 100 kg bawang goreng.
Dengan bantuan 25 karyawan, Hadi memasarkan produknya sampai ke luar Palu, misalnya ke Manado dan Makassar. Pernah juga ia mengirim ke Jakarta pada 2003. “Tapi tak saya teruskan karena sistem pembayarannya enggak bagus,” kata Hadi.
Sebetulnya, kata Hadi, peritel besar juga meminati produknya. Pada tahun 2002, misalnya, Hero Supermarket memintanya memasok bawang goreng ke gerai-gerai Hero di Jakarta sebanyak delapan ton sebulan, dengan bayaran Rp 7 juta. Tapi pembayaran baru akan dilakukan setelah pengiriman ketiga. Hadi pun menolak tawaran itu karena merasa sistemnya kurang menguntungkan. "Peraturan perdagangan selalu lebih banyak hanya berpihak pada pedagang besar,” cetus Hadi.
Tapi tak berarti bawang goreng Hadi hanya berkutat di Sulawesi. Sesekali pembeli dari luar negeri datang langsung ke Palu. Mereka memborong bawang goreng produknya, mulai Rp 5 juta hingga Rp 10 juta. Contohnya pembeli Singapura yang kerap belanja bawang goreng untuk oleh-oleh ke negerinya.
Dibanding bawang goreng jenis lain, harga bawang goreng batu memang lebih mahal, yakni Rp 140.000 sampai Rp 150.000 per kg. Hadi membuat dua kemasan bawang goreng, yakni kemasan mika dengan isi 100 gram, 200 gram, dan 400 gram. Sedang kemasan lain dalam toples plastik dengan isi 250 gram dan 500 gram.
Dalam sebulan, omzet bapak lima anak ini mencapai Rp 400 juta. Dari omzet tersebut, dia bisa mendulang laba antara 20% - 30%.
Kedepan, Hadi yang kelahiran 1964 ini berharap, bawang goreng bisa menjadi komoditas lokal dan makanan khas Indonesia yang mendunia. “Tapi seyogianya hal itu dikembangkan dengan bantuan pemerintah, sehingga kita bisa berpikir global dengan bertindak lokal,” tuturnya, penuh harap.

Sumber : http://industri.kontan.co.id/v2/read/industri/7846/Mencari-Untung-Lewat-Kenikmatan-Bawang-Goreng

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...